PELANTUN RUMAH TERAKHIR

Jika hari harus mengering seperti bundaran batu kecil di laut tandus
melepas semua apa saja yang harus dilepas
mengunci semua yang harus dikunci
menyimpan semua yang harus disimpan
tak akan ada yang berubah, hanya sedikit waktu yang berputar
sebagai tanda tutupnya waktu
setelah segalanya jelas ia hanya berdiam seperti bayangan malam
itu pun aku yang hidup dalam sandaran bahumu yang rindang

Setelah itu, kita menjadi benda langka yang menyimpan sejuta rahasia
saling menatap tanpa kata
menjadi pemandangan.
Kita sama-sama membatu mengenang diri sendiri

Aku mengikuti tangan yang mendesirkan nadinya sendiri
lepas hati dan jiwaku terkunci dalam jasadmu hingga aku tak lagi kuasa atas apa yang disebut diri
setelahnya kita menghilang jika datang gelombang yang memusnahkan museum
yang menjadi rumah terakhir

Jangan merasa eneh, sejak dulu akan terjadi seperti itu
atau kau merasa sebenarnya belum terjadi keterlambatan
untuk mengulang tragedi yang sebenarnya belum saatnya.
Ucapkan saja selamat malam

Biarkan semua membuka apa yang harus dibuka
menumpuk misi yang kosong seolah perwakilan
sedang kita saling sibuk menyelamatkan rumah dari ancaman
dan duduk memandang keanehan yang terjadi
kau di tempatmu dan aku di tempatku
aku sendirian dan mencoba merenggangkan seluruh urat nafas yang kian
menyempit menjadi kotak kado perkawinan
kotak kecil yang sangat sempit membuat kita benar-benar kehilangan
pemandangan di luar sana

Katakan kalau ini hanya sementara
esoknya akan ada gejolak baru dalam setiap keriput wajah
kau memandangku dengan tatapan yang aneh
mungkin akibat terlalu lama bersanding di ruangan yang sama
dan terlalu tua untuk dikatakan

Aku masih ingat terakhir kali kau masih bisa mengeluarkan kata terakhir
yang ingin menarik kalung titipan agar kau lepas dari kurungan
tapi aku mendiamkanmu sebab aku tak mengerti tentang wasiat itu
kau pun demikian

Terduduk mengacungkan tangan ke mana ujungnya
tak ada yang tahu bahwa kau sebenarnya memang demikian
ingin menjadi bagian dari prasasti masa keabadian
dan sekarang kita menyadari bahwa itu adalah kemustahilan yang tak akan datang

Sebut saja ini adalah rumah terakhir kita
yang hanya kita saja berada dalam pengertian sama
saling tapa mengulurkan selendang bekas sisa-sisa debu satu abad yang lalu
sejak itu museum adalah rumah kita

Engkau duduk dan aku menunduk
itu satu-satunya perwakilan kata yang tidak abadi untuk melukiskan siapa kita
kelahiran ini menjadi bumbu pengabdian dan tangisan
untuk bisa merajut pada keluasan

Katakan saja bahwa sekarang dan yang akan datang adalah sama
kemarin dan masa lalu adalah sama
penyesalan dan tangisan adalah sama
ratapan dan dosa adalah sama
bahagia dan kenangan adalah sama
kita adalah sama
semua adalah prasasti yang harus diterjemahkan sendiri
untuk mengukur kedalaman seberapa lama ia berada

Bukankah itu adalah salah satu wujud kehidupan
atau kitalah yang hanya museum yang terancam keberadaannya
sayangnya bahasa kita tak ada yang tahu
meski antara kau dan aku
yang terpisah batas waktu

Karangsuci, 2017

Comments

Popular posts from this blog

Hal Paling Mengerikan di Tahun 2017

Sabda Ombak

Ario Abdillah Palembang (Ario Damar)