DI TEMPAT BIASA
Di tempat biasa, kita bersua
pada bait terakhir sebuah sabda
dan satu sujud Persia:
Seperti biasa,
kita duduk lalu saling diam
di tempat pilihan
Malam yang larut oleh irama rembulan
dan segudang alasan permohonan
dan ratapan kunang-kunang
menyulap hati yang terkelupas
dari hujan yang semakin deras
Yang takdir adalah
menerima takdir
Tangismu dalam sebuah alasan.
Barangkali aku
belum bosan membuka kepompongmu.
Sujud ini memang melelahkan
sesekali kembali tertahan
menyeka tangis:
Aku bahkan cemburu dengan
rak-rak buku yang khusuk.
Kita bahkan tak mampu saling berpelukan
lewat gumam doa;
Sujud yang panjang menidurkanku-
hingga lupa tengah malam
ada kamu yang tersesat ke jantung-jantung makam.
Tapi aku masih ingat
dari kertas coretan darimu, cuma ada titik-titik
dari tinta berkarat.
Janji, bisikku.
Lebih baik tidak diikrarkan
atau kau akan gelisah.
Di tempat biasa,
kita akan segera beranjak
bahwa kita selalu pulang
pada luka yang sama.
Aku pernah berjanji.
Air Sugihan, 2016
pada bait terakhir sebuah sabda
dan satu sujud Persia:
Seperti biasa,
kita duduk lalu saling diam
di tempat pilihan
Malam yang larut oleh irama rembulan
dan segudang alasan permohonan
dan ratapan kunang-kunang
menyulap hati yang terkelupas
dari hujan yang semakin deras
Yang takdir adalah
Tangismu dalam sebuah alasan.
Barangkali aku
belum bosan membuka kepompongmu.
Sujud ini memang melelahkan
sesekali kembali tertahan
menyeka tangis:
Aku bahkan cemburu dengan
rak-rak buku yang khusuk.
Kita bahkan tak mampu saling berpelukan
lewat gumam doa;
Sujud yang panjang menidurkanku-
hingga lupa tengah malam
ada kamu yang tersesat ke jantung-jantung makam.
Tapi aku masih ingat
dari kertas coretan darimu, cuma ada titik-titik
dari tinta berkarat.
Janji, bisikku.
atau kau akan gelisah.
Di tempat biasa,
kita akan segera beranjak
bahwa kita selalu pulang
pada luka yang sama.
Aku pernah berjanji.
Air Sugihan, 2016
Comments
Post a Comment