DESA DAN SUARA-SUARA KECIL DI TENGAH SAWAH

Apa yang kudengar adalah fatamorgana hari
di musim padi, sebuah sawah hijau meneteskan keringat
dari wajah-wajah jalan yang berlumpur. Tak ada kebohongan
kau membagi-bagi benihnya pada ratusan tanah-tanah di
sebuah pulau untuk membuatku percaya.

Yang kau lihat adalah apa yang kau rasa

tapi aku hanya melihat di sepotong hari di angka yang lain. Dan
angin begitu saja berjalan.

Apa kita di sawah?

Kita aneh, tak saling tatap menyapa tangan masing-masing
melambai daun-daun untuk kau petik di tangkai ranting
yang tak bisa kita gapai.

Ini sulit untuk kupetik dan kita bagikan
pada burung-burung di udara.

Maka kita bingung bersama, pelan-pelan berjalan
di mana semua arah menjadi panah. Tembok ke kanan,
pagar ke kiri, dan kembali ke depan, masih sama
tak ada benih lagi untuk segera menghidupkan harapan
menjadi toga-toga senyum, dan meja-meja bahagia.
Semua berubah menjadi orang-orangan sawah,
dan kita bagian darinya.

Janji, kita sama-sama akan merawatnya.
Tapi kita hanya orang palsu, sebelum, sempat
menahan dahan ranting yang renta. Dan kita
atau hanya kamu tak mau tahu tentang
kisah waktu itu.

Kita masih di sawah!

Sawah adalah suatu yang hilang.

Apa yang kau lihat hanya fatamorgana.
ketika jejak menjadi kotak kosong. Tapi kita
jujur dan percaya, kita mampu menangkap rasa
dan menjinakkannya
di halaman padiku. Desamu... selalu...
bukan dulu...

Banyuasin, 2016

Comments

Popular posts from this blog

Hal Paling Mengerikan di Tahun 2017

Sabda Ombak

Ario Abdillah Palembang (Ario Damar)